Minggu, 08 Juni 2014

bupati pandeglang ngamuk


bupati pandeglang ngamuk, mengeluarkn kata kasar
bertita pandeglang - Bupati Pandeglang H. Erwan Kurtubi diduga bersikap tidak lapang dada sebagai seorang Bupati yang tak lain seorang pemimpin dikabupaten Pandeglang, pasalnya diketahui Erwan Kurtubi mengeluarkan kata-yang tidak pantas dikeluarkan oleh seorang pemimpin, Kronologis keja
dian yang berhasil dihimpun, peristiwa terjadi ketika ketua DPRD Kabupaten Pandeglang Roni Bahroni akan mengetuk sidang parapurna sebagai penetapan timsus WDP digedung DPRD kabupaten Pandeglang Senin 9/6, seketika itu sejumlah mahasiswa yang berada dilantai 2 menyaksikan paripurna langsung menyanyikan lagu pergerakan dan melakukan Orasi selama beberapa menit dan langsung dibubarkan paksa oleh para pejabat yang menghadiri paripurna. setelah itu Bupati Pandeglang saat keluar dari kantor DPRD yang ketika di wawancarai oleh sejumlah wartawan seusai mengikuti Rapat paripurna Kabupaten Pandeglang di pintu masuk gedung DPRD kab Pandeglang
Ketika itu sejumlah mahasiswa melihat kondisi Bupati sedang diwawancarai mereka langsung melakukan orasi didepn bupati pandeglang yang saat diwawancara oleh sejumlah wartawan, kemudian bupati pandeglang yang kesal dan menghampiri para mahasiswa tersebut dengan niat ingin mengetahui apa maksud. Dan tujuan dari para mahasiswa tersebut, setelah beberapa saat bupati mendengarkan beberapa pertanyaan dari mahasiswa dan kemudian bupati menjelaskan namun saat bupati sedang menjelaskan ada salah satu mahasiswa yang memotong pembicaraan bupati dan melonntarkan pertanyaan kepada bupati pandeglang dan Sontak membuat Bupati (Erwan) semakin emosi, hingga melontarkan kalimat yang tidak sopan menurut mahasiswa. " Dengeken hela ku dararia nyah, ulah ngalunjak ka kolot", ujar bupati ketika menjawab pertanyaan mahasiswa seraya mencoba menghampiri sejumlah mahasiswa tersebut
Salah satu mahasiswi, Nipal/Openg, saat dikonfirmasi usai adu mulut dengan bupati pihaknya mengatakan tidak pantas seorang bupati melontarkan kata-kata yang tidak mendidik terhadap warganya apa lagi seorang mahasiswa yang tengah belajar" Tdk pantas seorng pemimpin mengucapkan bahasa kasar dan itu mencerminkan pemimpin yg tdk punya etika dan tidak ber'adab. Kata Openg saat dikonfirmasi senin 9/6
Hal senada dikatakan Bambang salah seorang mahasiswa yang ikut dimaki oleh bupati pandeglang, pihaknya mengatakan menyayangkan akan kata-kata yang dikeluarkan oleh Bupati pandeglang (Erwan_Red) karena kata-kata seperti itu hanya keluar dari seorang pengembala bukan dari seorang Bupati/Pemimpin " kami sangat menyayangkan kata-kata yang keluar dari mulut bupati yang bersipat tidak mendidik, karena kata-ta itu lebih pantas keluar dari seorang pengembala bukan dari bupati(Jat)

sejarah pandeglang

Di zaman dahulu kala hiduplah seorang putri yang bernama Putri Arum adalah seorang putri yang cantik jelita selain itu dia juga memiliki budi pekerti yang baik. Kecantikan putri Arum telah memikat hati pangeran Cunihin. Namun sayangnya pangeran Cunihin adalah seorang pangeran yang sombong. Putri Arum tidak menyukai pangeran Cunihin. Walaupun begitu putri Arum tidak bisa menolak pinangan pangeran, dia takut jika menolak sang pangeran akan marah dan merusak segalanya. Putri Arum menjadi amat sedih dan bingung tentang apa yang harus dilakukannya.
Pada suatu hari di tengah sebidang kebun manggis, seorang putri yang cantik jelita duduk termenung. Sorot matanya kosong, bibirnya terkatup rapat menandakan dia sedang bermuram durja. Tidak jauh dari tempat sang Putri duduk, melintaslah seorang lelaki paruh baya dengan karung di pundaknya. Lelaki itu tertegun sesaat manakala melihat sang Putri. Wajah lelaki itu tampak penuh kekhawatiran. Arum berjumpa dengan ki Pande. Kemudian putri Arum menceritakan kegelisahan hatinya pada Ki Pande. Ki Pande adalah seorang pembuat gelang yang hidup di kampung tersebut. Bersama ki Pande, putri Arum mengatur rencana agar dapat membatalkan pertunangannya dengan pangeran Cunihin. Setelah beberapa hari pangeran Cunihin datang menemui putri Arum dan memintanya untuk menerima pinangannya. Putri Arum mengajukan syarat yaitu pangeran Cunihin harus dapat melubangi batu yang besar. Putri Arum ingin melihat keindahan laut melalui lubang batu tersebut. Mendengar permintaan itu pangeran Cunihin tertawa dan dengan sombongnya dia menyanggupi syarat yang diajukan putri Arum.
Waktu yang diberikan putri Arum untuk membuat lubang batu adalah tiga hari. Namun sebelum waktunya tiba ternyata pangeran Cunihin sudah selesai membuat lubang yang sangat besar di sebuah batu. Melihat hal ini putri Arum menjadi gentar dan takut jika akhirnya nanti harus menerima pertunangan tersebut. Setelah lubang batu selesai, pangeran Cunihin mendatangi putri Arum dan menagih janjinya. Putri Arum berpura-pura senang dan mendatangi lubang batu itu, di hadapan pangeran Cunihin, putri Arum berbohong. Putri Arum mengatakan bahwa dia tidak dapat melihat lubang batu yang telah dibuat pangeran Cunihin. Pangerang Cunihin menjadi bingung dan mencoba untuk masuk ke dalam lubang batu tersebut.
Saat itulah keajaiban terjadi, dengan perlahan kekuatan pangeran Cunihin melemah, dia kemudian berubah menjadi seorang lelaki tua dan kekuatannya menghilang. Putri Arum menjadi terkejut dan secara tidak sadar dia mendekati ki Pande. Berubahnya pangeran Cunihin menjadi tua ternyata berbalik kepada ki Pande. Sebelumnya ki Pande adalah seorang lelaki tua namun kemudian berubah menjadi pangeran yang gagah dan tampan. Putri Arum yang melihat hal ini menjadi terkejut, kemudian ki Pande menjelaskan apa yang terjadi. Sebenarnya pangeran Cunihin dan ki Pande adalah saudara seperguruan, namun pangeran Cunihin adalah orang yang sombong. Pangeran Cunihin juga telah mencuri ilmu kesaktian ki Pande dan merubahnya menjadi lelaki tua. Ki Pande dapat berubah menjadi semula jika pangeran Cunihin masuk ke dalam lubang batu yang di lapisi gelang buatan ki Pande. Kini ki Pande telah selamat dan dia berterima kasih kepada putri Arum yang telah membantunya. Akhirnya ki Pande di panggil dengan sebutan Pande Gelang dan menikah dengan Putri Arum. Mereka hidup damai dan tinggal di daerah Banten.
Tempat mengambil batu keramat tersebut kemudian dikenal dengan kampung Kramatwatu, dan batu besar berlubang di pesisir pantai kini dikenal dengan nama Karang Bolong. Sedangkan tempat sang Putri melaksanakan wangsit di bukit manggis, kini orang mengenalnya dengan kampung Pasir Manggu. Manggis dalam bahasa Sunda berarti Manggu dan pasir berarti bukit.
Selain itu ada juga yang menceritakan bahwa Di sebuah kerajaan, tinggalah seorang putri raja bernama Putri Arum. Suatu hari, Putri Arum sedang bersedih. Seorang pangeran jahat bernama Pangeran Cunihin datang melamarnya. Meskipun tampan, pangeran itu sangat kejam dan licik. Putri Arum enggan menjadi istrinya.
Lamaran Pangeran Cunihin sangat sulit untuk ditolak. Jika Putri Arum menolak lamarannya, Pangeran Cunihin akan menghancurkan kerajaan tempat tinggalnya. Putri Arum lalu bersemadi meminta petunjuk agar terbebas dari belenggu Pangeran Cunihin.
Dalam semadinya, ia mendapat sebuah petunjuk. Putri Arum harus menenangkan diri di Bukit Manggis. Di bukit itu, akan datang seorang pangeran sakti yang mampu menyelamatkannya.
Setelah sekian lama menunggu, pangeran impian itu tidak kunjung datang. Putri Arum sangat gelisah sebab sebentar lagi Pangeran Cunihin akan datang untuk menikahinya.
Tidak terasa air mata membasahi pipinya. Hancur sudah harapannya. Kini, ia harus menikah dengan seorang pangeran yang sangat kejam.
Tiba-tiba, datanglah seorang kakek mendekatinya. Kakek itu bertanya, “Maaf, siapakah engkau dan mengapa engkau menangis?”
Putri Arum menengadahkan wajahnya. Dilihatnya sosok lelaki tua yang bersahaja itu. Ia lalu menjawab, “Aku Putri Arum. Aku saat ini sedang sedih, Kek. Sebentar lagi aku akan menikah dengan seorang pangeran jahat yang tidak aku cintai.”
“Oh, malang benar nasibmu, Tuan Putri. Kalau hamba boleh tahu, siapakah pangeran jahat itu?” tanya kakek.
“Ia adalah Pangeran Cunihin, Kek,” ujar Putri Arum sesenggukan.
“Lalu, mengapa Tuan Putri berada di bukit ini?” tanya kakek.
Putri Arum menghapus air matanya dan berkata, “Ketika aku sedang bersemadi, aku diberi petunjuk agar menenangkan diri di Bukit Manggis. Kelak akan datang seorang pangeran sakti yang dapat menolongku. Tapi, hingga kini pangeran itu tidak kunjung datang. Sebentar lagi, Pangeran Cunihin pasti akan datang ke istana untuk menikahiku.”
Kakek mendengar cerita Putri Arum seraya mengangguk-anggukkan kepala. Ia merasa iba kepada putri cantik itu.
Putri Arun lalu bertanya, “Maaf Kek, aku terlalu hanyut dengan kesedihanku. Aku sampai lupa menanyakan nama Kakek.”
“Nama hamba Pande Gelang. Hamba adalah seorang pembuat gelang. Tuan Putri boleh memanggil hamba Ki Pande,” ujar kakek itu.
Ki Pande lalu melanjutkan,”Maaf Tuan Putri, bolehkan hamba member saran atas masalahmu itu?”
“Silakan, Ki Pande,” ujar Putri Arum.
“Begini Tuan Putri, menurut hamba, sebaiknya Tuan Putri terima saja lamaran itu,” ujar Ki Pande.
“Apa? Menerima lamaran Pangeran Cunihin yang kejam? Tidak Ki Pande, aku tidak akan menikah dengannya. Aku lebih baik mati daripada menjadi istri seorang pangeran yang bengis,” ujar Putri Arum.
“Tenang Tuan Putri, dengarkan saran hamba dulu. Tuan Putri terima saja lamarannya, tapi berikan sebuah persyaratan. Buatlah sebuah yang sangat sulit sehingga mustahil untuk dikabulkan,” ujar Ki Pande.
“Tapi, Pangeran Cunihin sangat sakti. Ia mampu melakukan apa saja,” ujar Putri Arum.
“Baiklah, hamba akan member usul mengenai persyaratan yang harus Tuan Putri ajukan. Mintalah kepadanya untuk dibuatkan lubang pada sebuah batu keramat yang tingginya setara dengan tubuh manusia. Katakan saja kepadanya kalau batu keramat itu akan kalian gunakan untuk berbulan madu. Batu itu harus diselesaikan dalam waktu tiga hari dan diletakkan di pesisir pantai,” ujar Ki Pande.
Ki Pande menambahkan, “Perlu Tuan Putri ketahui, kesaktian seseorang akan hilang jika ia melubangi sebuah batu keramat. Setelah kesaktian Pangeran Cunihin hilang, biar hamba yang akan membereskannya. Untuk menjalankan rencana ini, Tuan Putri harus ikut ke tempat tinggal hamba. Apakah Tuan Putri bersedia?”
“Baiklah Ki Pande, aku bersedia. Terima kasih banyak atas saranmu,” ujar Putri Arum.
Putri Arum pun ikut ke tempat tinggal Ki Pande. Tempat tinggal Ki Pande sangat jauh. Butuh waktu yang cukup lama untuk sampai ke sana. Putri Arum yang tidak biasa berjalan jauh, tampak sangat kelelahan. Tepat ketika sampai di desa tempat tinggal Ki Pande, Putri Arum sudah tidak kuat berjalan lagi dan akhirnya jatuh pingsan.
Para penduduk membantu Ki Pande menolong Putri Arum. Seorang tetua di kampung itu mengatakan bahwa Putri Arum akan kembali sadar jika diberi minum air gunung yang berasal dari batu cadas.
Beberapa penduduk langsung mencari sumber air itu. Sesaat, setelah meminum air yang berasal dari batu cadas, Putri Arum langsung sadarkan diri. Setelah kejadian itu, ia dikenal sebagai Putri Cadasari.
Sementara itu, Ki Pande sibuk membuat sebuah gelang yang akan digunakan untuk menghancurkan Pangeran Cunihin. Gelang tersebut dibuat sebesar batu keramat dan akan diletakkan tepat pada lubangnya. Jika Pangeran Cunihin melewatinya, seluruh kesaktiannya akan hilang.
Saat yang ditunggu-tunggu telah tiba. Pangeran Cunihin yang sangat sakti mengetahui keberadaan Putri Cadasari di tempat tinggal Ki Pande. Pangeran Cunihin langsung menagih janjinya untuk menikahi Putri Cadasari.
Putri Cadasari mengajukan persyaratannya kepada Pangeran Cunihin. Dengan sombong, Pangeran Cunihin menyanggupi persyaratan itu. Belum sampai tiga hari, batu keramat berlubang itu telah siap dan sudah diletakkan di pesisir pantai.
Putri Cadasari sangat gelisah karena Pangeran Cunihin dengan mudah menyelesaikan persyaratan yang ia ajukan. Ki Pande lalu menyuruh Putri Cadasari agar meminta Pangeran Cunihin untuk melewati lubang di batu keramat. Ki Pande telah meletakkan gelang saktinya pada lubang batu itu.
Pangeran Cunihin melakukan apa yang diminta oleh Putri Cadasari. Setelah melewati lubang di batu keramat itu, seluruh kekuatan dan kesaktian Pangeran Cunihin langsung hilang. Tiba-tiba, ia berubah menjadi seorang lelaki tua.
Bersamaan dengan itu, Ki Pande juga berubah menjadi seorang lelaki tampan. Putri Cadasari bingung melihat kejadian itu.
Ki Pande lalu menjelaskan, “Tuan Putri, sesungguhnya aku adalah seorang pangeran yang dikutuk oleh Pangeran Cunihin. Dahulu, kami bersahabat. Namun, Pangeran Cunihin menjadi jahat setelah mendapatkan kesaktian dari seorang guru. Ia lalu mencuri kesaktianku dan mengubahku menjadi seorang lelaki tua. Kesaktianku akan kembali jika Pangeran Cunihin melewati gelang buatanku yang diletakkan pada batu keramat.”
Putri Cadasari sangat berterima kasih kepada Pangeran Pande Gelang karena telah menyelamatkannya. Singkat cerita, mereka akhirnya menikah dan hidup bahagia selamanya.
Tempat Pangeran Cunihin menemukan batu keramat itu kini bernama Kramatwatu. Dan batu keramat yang telah berlubang itu dinamakan Karang Bolong.
Bukit Manggis yang dijadikan tempat bagi Putri Cadasari untuk menenangkan diri dinamakan Kampung Pasir Manggu. Nama itu berasal dari bahasa Sundamanggu yang artinya manggis dan pasir yang artinya bukit.
Sedangkan tempat Putri Cadasari disadarkan dari pingsannya dinamakan Cadasari. Cadasari terletak di daerah Pandeglang, tempat Pangeran Pande Gelang membuat gelang. *** namun semua itu hanyalah cerita dari nenek moyang yang berhasil diabadikan


wisata batu qur'an cikoromoy

PANDEGLANG, Bila anak bangsa sudah mulai melupakan sejarahnya, maka hilanglah kebesaran generasi bangsanya. Manusia adalah makhluk pelupa. Kemarin seharusnya menjadi sejarah hari ini. Hari ini menjadi sejarah esok hari. Dan esok menjadi sejarah untuk lusa yang lebih baik. Begitu seterusnya tiada berkesudahan. Tapi ternyata tidak berlaku untuk manusia-manusia pelupa. Fakta-fakta sejarah yang menunjukkan betapa signifikannya peran-peran Ulama dan Santri. Para Ulama dan Santri sudah memperhatikan sejarah mereka di esok hari. Tinggal kita sekarang, apakah akan melanjutkannya atau tetap nyaman menjadi manusia-manusia amnesia. Peristiwa sejarah yang terjadi di tengah bangsa Indonesia sampai hari ini, hakikatnya merupakan kesinambungan masa lalu yang mana fondasinya sudah dipancangkan kuat oleh para Ulama dan Santri. Dan tidak akan cukup kalau kita menuliskannya dalam lembaran artikel sederhana ini. Setidaknya, gambaran sederhana di atas bisa memantik kesadaran kolektif kita tentang sejarah.
Berikut ini sebuah tulisan yang dibuat oleh D.Naufal Halwany didalam blognya , mudah-mudahan tulisan ini dapat menjadi referensi bagi generasi-generasi muda.
———————————————————————–
Cerita rakyat yang berhubungan dengan Islamisasi di Banten salah satunya adalah cerita Syekh Mansyuruddin. Menurut ceritanya Sang syekh adalah salah seorang yang menyebarkan agama Islam di derah Banten Selatan. Dengan peninggalannya berupa Batu Qur’an yang sekarang banyak berdatangan wisatawan untuk berzirah atau untuk mandi di sekitar patilasan, karena disana ada kolam pemandian yang ditengah kolam tersebut terdapat batu yang bertuliskan Al-Qur’an.
Syekh Maulana Mansyuruddin dikenal dengan nama Sultan Haji, beliau adalah putra Sultan Agung Abdul Fatah Tirtayasa (raja Banten ke 6). Sekitar tahun 1651 M, Sultan Agung Abdul Fatah berhenti dari kesutanan Banten, dan pemerintahan diserahkan kepada putranya yaitu Sultan Maulana Mansyurudin dan beliau diangkat menjadi Sultan ke 7 Banten, kira-kira selama 2 tahun menjabat menjadi Sultan Banten kemudian berangkat ke Bagdad Iraq untuk mendirikan Negara Banten di tanah Iraq, sehingga kesultanan untuk sementara diserahkan kepada putranya Pangeran Adipati Ishaq atau Sultan Abdul Fadhli. Pada saat berangkat ke Bagdad Iraq, Sultan Maulana Mansyuruddin diberi wasiat oleh Ayahnya, ”Apabila engkau mau berangkat mendirikan Negara di Bagdad janganlah menggunakan/ memakai seragam kerajaan nanti engkau akan mendapat malu, dan kalau mau berangkat ke Bagdad untuk tidak mampir ke mana-mana harus langsung ke Bagdad, terkecuali engkau mampir ke Mekkah dan sesudah itu langsung kembali ke Banten. Setibanya di Bagdad, ternyata Sultan Maulana Mansyuruddin tidak sanggup untuk mendirikan Negara Banten di Bagdad sehingga beliau mendapat malu. Didalam perjalanan pulang kembali ke tanah Banten, Sultan Maulana Mansyuruddin lupa pada wasiat Ayahnya, sehingga beliau mampir di pulau Menjeli di kawasan wilayah China, dan menetap kurang lebih 2 tahun di sana, lalu beliau menikah dengan Ratu Jin dan mempunyai putra satu.
Selama Sultan Maulana Mansyuruddin berada di pulau Menjeli China, Sultan Adipati Ishaq di Banten terbujuk oleh Belanda sehingga diangkat menjadi Sultan resmi Banten, tetapi Sultan Agung Abdul Fatah tidak menyetujuinya dikarenakan Sultan Maulana Mansyuruddin masih hidup dan harus menunggu kepulangannya dari Negeri Bagdad, karena adanya perbedaan pendapat tersebut sehingga terjadi kekacauan di Kesultanan Banten. Pada suatu ketika ada seseorang yang baru turun dari kapal mengaku-ngaku sebagai Sultan Maulana Mansyurudin dengan membawa oleh-oleh dari Mekkah. Akhirnya orang-orang di Kesultanan Banten pun percaya bahwa Sultan Maulana Mansyurudin telah pulang termasuk Sultan Adipati Ishaq. Orang yang mengaku sebagai Sultan Maulana Mansyuruddin ternyata adalah raja pendeta keturunan dari Raja Jin yang menguasai Pulau Menjeli China. Selama menjabat sebagai Sultan palsu dan membawa kekacauan di Banten, akhirnya rakyat Banten membenci Sultan dan keluarganya termasuk ayahanda Sultan yaitu Sultan Agung Abdul Fatah. Untuk menghentikan kekacauan di seluruh rakyat Banten Sultan Agung Abdul Fatah dibantu oleh seorang tokoh atau Auliya Alloh yang bernama Pangeran Bu`ang (Tubagus Bu`ang), beliau adalah keturunan dari Sultan Maulana Yusuf (Sultan Banten ke 2) dari Keraton Pekalangan Gede Banten. Sehingga kekacauan dapat diredakan dan rakyat pun membantu Sultan Agung Abdul Fatah dan Pangeran Bu`ang sehingga terjadi pertempuran antara Sultan Maulana Mansyuruddin palsu dengan Sultan Abdul Fatah dan Pangeran Bu`ang yang dibantu oleh rakyat Banten, tetapi dalam pertempuran itu Sultan Agung Abdul Fatah dan Pangeran Bu`ang kalah sehingga dibuang ke daerah Tirtayasa, dari kejadian itu maka rakyat Banten memberi gelar kepada Sultan Agung Abdul Fatah dengan sebutan Sultan Agung Tirtayasa.
Peristiwa adanya pertempuran dan dibuangnya Sultan Agung Abdul Fatah ke Tirtayasa akhirnya sampai ke telinga Sultan Maulana Mansyuruddin di pulau Menjeli China, sehingga beliau teringat akan wasiat ayahandanya lalu beliau pun memutuskan untuk pulang, sebelum pulang ke tanah Banten beliau pergi ke Mekkah untuk memohon ampunan kepada Alloh SWT di Baitulloh karena telah melanggar wasiat ayahnya, setelah sekian lama memohon ampunan, akhirnya semua perasaan bersalah dan semua permohonannya dikabulkan oleh Alloh SWT sampai beliau mendapatkan gelar kewalian dan mempunyai gelar Syekh di Baitulloh. Setelah itu beliau berdoa meminta petunjuk kepada Alloh untuk dapat pulang ke Banten akhirnya beliau mendapatkan petunjuk dan dengan izin Alloh SWT beliau menyelam di sumur zam-zam kemudian muncul suatu mata air yang terdapat batu besar ditengahnya lalu oleh beliau batu tersebut ditulis dengan menggunakan telunjuknya yang tepatnya di daerah Cibulakan Cimanuk Pandeglang Banten di sehingga oleh masyarakat sekitar dikeramatkan dan dikenal dengan nama Keramat Batu Qur`an. Setibanya di Kasultanan Banten dan membereskan semua kekacauan di sana, dan memohon ampunan kepada ayahanda Sultan Agung Abdul Fatah Tirtayasa. Sehingga akhirnya Sultan Maulana Mansyuruddin kembali memimpin Kesultanan Banten, selain menjadi seorang Sultan beliau pun mensyiarkan islam di daerah Banten dan sekitarnya.
Dalam perjalanan menyiarkan Islam beliau sampai ke daerah Cikoromoy lalu menikah dengan Nyai Sarinten (Nyi Mas Ratu Sarinten) dalam pernikahannya tersebut beliau mempunyai putra yang bernama Muhammad Sholih yang memiliki julukan Kyai Abu Sholih. Setelah sekian lama tinggal di daerah Cikoromoy terjadi suatu peristiwa dimana Nyi Mas Ratu Sarinten meninggal terbentur batu kali pada saat mandi, beliau terpeleset menginjak rambutnya sendiri, konon Nyi Mas Ratu Sarinten mempunyai rambut yang panjangnya melebihi tinggi tubuhnya, akibat peristiwa tersebut maka Syekh Maulana Mansyuru melarang semua keturunannya yaitu para wanita untuk mempunyai rambut yang panjangnya seperti Nyi mas Ratu Sarinten. Nyi Mas Ratu Sarinten kemudian dimakamkan di Pasarean Cikarayu Cimanuk. Sepeninggal Nyi Mas Ratu Sarinten lalu Syekh Maulana Mansyur pindah ke daerah Cikaduen Pandeglang dengan membawa Khodam Ki Jemah lalu beliau menikah kembali dengan Nyai Mas Ratu Jamilah yang berasal dari Caringin Labuan. Pada suatu hari Syekh Maulana Mansyur menyebarkan syariah agama islam di daerah selatan ke pesisir laut, di dalam perjalanannya di tengah hutan Pakuwon Mantiung Sultan Maulana Mansyuruddin beristirahat di bawah pohon waru sambil bersandar bersama khodamnya Ki Jemah, tiba-tiba pohon tersebut menjongkok seperti seorang manusia yang menghormati, maka sampai saat ini pohon waru itu tidak ada yang lurus.
Ketika Syekh sedang beristirahat di bawah pohon waru beliau mendengar suara harimau yang berada di pinggir laut. Ketika Syekh menghampiri ternyata kaki harimau tersebut terjepit kima, setelah itu harimau melihat Syekh Maulana Mansyur yang berada di depannya, melihat ada manusia di depannya harimau tersebut pasrah bahwa ajalnya telah dekat, dalam perasaan putus asa harimau itu mengaum kepada Syekh Maulana Mansyur maka atas izin Alloh SWT tiba-tiba Syekh Maulana Mansyur dapat mengerti bahasa binatang, Karena beliau adalah seorang manusia pilihan Alloh dan seorang Auliya dan Waliyulloh. Maka atas izin Alloh pulalah, dan melalui karomahnya beliau kima yang menjepit kaki harimau dapat dilepaskan, setelah itu harimau tersebut di bai`at oleh beliau, lalu beliau pun berbicara “Saya sudah menolong kamu ! saya minta kamu dan anak buah kamu berjanji untuk tidak mengganggu anak, cucu, dan semua keturunan saya”. Kemudian harimau itu menyanggupi dan akhirnya diberikan kalung surat Yasin di lehernya dan diberi nama Si Pincang atau Raden Langlang Buana atau Ki Buyud Kalam. Ternyata harimau itu adalah seorang Raja/Ratu siluman harimau dari semua Pakuwon yang 6. Pakuwon yang lainnya adalah :
1. Ujung Kulon yang dipimpin oleh Ki Maha Dewa
2. Gunung Inten yang dipimpin oleh Ki Bima Laksana
3. Pakuwon Lumajang yang dipimpin oleh Raden Singa Baruang
4. Gunung Pangajaran yang dipimpin oleh Ki Bolegbag Jaya
5. Manjau yang dipimpin oleh Raden Putri
6. Mantiung yang dipimpin oleh Raden langlang Buana atau Ki Buyud Kalam atau si pincang.
Setelah sekian lama menyiarkan islam ke berbagai daerah di banten dan sekitarnya, lalu Syekh Maulana Manyuruddin dan khadamnya Ki Jemah pulang ke Cikaduen. Akhirnya Syekh Maulana Mansyuruddin meninggal dunia pada tahun 1672M dan di makamkan di Cikaduen Pandeglang Banten. Hingga kini makam beliau sering diziarahi oleh masyarakat dan dikeramatkan.
Keterangan :
§  Sultan Agung Abdul Fatah Tirtayasa dimakamkan di kampung Astana Desa Pakadekan Kecamatan Tirtayasa Kawadanaan Pontang Serang Banten.
§  Cibulakan terdapat di muara sungai Kupahandap Kecamatan Cimanuk Kabupaten Pandeglang Banten
§  Makam Cicaringin terletak di daerah Cikareo Cimanuk Pandeglang Banten
§  Ujung Kulon Desa Cigorondong kecamatan Sumur Kawadanaan Cibaliung kebupaten Pandeglang Banten
§  Gunung Anten terletak di kecamatan Cimarga Kawadanaan Leuwi Damar Rangkas Bitung
§  Pakuan Lumajang terletak di Lampung
§  Gunung Pangajaran terletak di Desa Carita Kawadanaan Labuan Pandeglang, disini tempat latihan silat macan.
§  Majau terletak didesa Majau kecamatan Saketi Kawadanaan Menes Pandeglang Banten
§  Mantiung terletak di desa sumur batu kecamatan Cikeusik Kewadanaan Cibaliung Pandeglang.
§  Ki Jemah dimakamkan di kampong Koncang desa Kadu Gadung kecamatan Cimanuk Pandegang Banten.